Goenawan Mohamad
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Goenawan Mohammad)
Goenawan Mohamad
|
|
|
|
Lahir
|
29 Juli 1941
Batang, Hindia-Belanda (sekarang Indonesia) |
Pekerjaan
|
penyair, jurnalis,
penyunting
|
sastrawan Indonesia terkemuka. Ia juga salah seorang pendiri Majalah Tempo. Ia merupakan adik Kartono Mohamad, seorang dokter yang menjabat sebagai ketua IDI.
Goenawan Mohamad adalah seorang intelektual yang punya wawasan yang begitu luas, mulai pemain sepak bola, politik, ekonomi, seni dan budaya, dunia perfilman, dan musik. Pandangannya sangat liberal dan terbuka. Seperti kata Romo Magniz-Suseno, salah seorang koleganya, lawan utama Goenawan Mohamad adalah pemikiran monodimensional.
Masa Muda
Pendiri dan mantan Pemimpin Redaksi Majalah Berita Tempo,
ini pada masa mudanya lebih dikenal sebagai seorang penyair. Ia ikut
menandatangani Manifesto Kebudayaan 1964 yang
mengakibatkannya dilarang menulis di berbagai media umum. Ia menulis sejak
berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika,
Emily Dickinson. Sejak di kelas 6 SD, ia mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Kemudian kakaknya
yang dokter, ketika itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H.B Jassin.
Goenawan yang biasanya dipanggil Goen, belajar psikologi di Universitas Indonesia, ilmu politik di Belgia, dan menjadi
Nieman Fellow di Harvard University, Amerika
Serikat. Goenawan menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memiliki dua
anak.
Dunia Jurnalistik
Pada 1971, Goenawan bersama rekan-rekannya mendirikan
majalah Mingguan Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter
jurnalisme majalah Time. Disana ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda
politik di Indonesia. Jiwa kritisnya membawanya untuk mengkritik rezim Soeharto
yang pada waktu itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai
oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah sehingga dihentikan penerbitannya
pada 1994.
Goenawan Mohammad kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis
Independen (AJI), asosiasi jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga
turut mendirikan Institusi Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja
mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. Ketika Majalah Tempo
kembali terbit setelah Soeharto diturunkan pada tahun 1998, berbagai
perubahan dilakukan seperti perubahan jumlah halaman namun tetap mempertahankan
mutunya. Tidak lama kemudian, Tempo memperluas usahanya dengan menerbitkan
surat kabar harian bernama Koran Tempo.
Setelah terbit beberapa tahun, Koran Tempo menuai masalah.
Pertengahan bulan Mei 2004, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum Goenawan
Mohammad dan Koran Tempo untuk meminta maaf kepada Tommy
Winata. Pernyataan Goenawan Mohammad pada tanggal 12-13 Maret 2003 dinilai
telah melakukan pencemaran nama baik bos Artha Graha itu.
Selepas jadi pemimpin redaksi majalah Tempo dua periode
(1971-1993 dan 1998-1999), Goenawan praktis berhenti sebagai wartawan. Bersama musisi
Tony Prabowo dan Jarrad Powel ia membuat libretto untuk opera Kali (dimulai
1996, tapi dalam revisi sampai 2003) dan dengan Tony, The King’s Witch
(1997-2000). Yang pertama dipentaskan di Seattle (2000), yang kedua di New
York.. Pada tahun 2006, Pastoral, sebuah konser Tony Prabowo dengan puisi
Goenawan, dimainkan di Tokyo, 2006. Pada tahun ini juga ia mengerjakan teks
untuk drama-tari Kali-Yuga bersama koreografer Wayan Dibya dan penari Ketut
beserta Gamelan Sekar Jaya di Berkeley, California.
Dia juga ikut dalam seni pertunjukan di dalam negeri. Dalam
bahasa Indonesia dan Jawa, Goenawan menulis teks untuk wayang kulit yang
dimainkan Dalang Sudjiwo Tedjo, Wisanggeni, (1995) dan Dalang Slamet Gundono,
Alap-alapan Surtikanti (2002), dan drama-tari Panji Sepuh koreografi Sulistio
Tirtosudarmo.
Karya Sastra
Selama kurang lebih 30 tahun menekuni dunia pers, Goenawan
menghasilkan berbagai karya yang sudah diterbitkan, diantaranya kumpulan puisi
dalam Parikesit (1969) dan Interlude (1971), yang diterjemahkan
ke bahasa Belanda, Inggris, Jepang, dan Prancis. Sebagian eseinya terhimpun
dalam Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks,
Sastra, dan Kita (1980). Tetapi lebih dari itu, tulisannya yang paling
terkenal dan populer adalah Catatan Pinggir, sebuah
artikel pendek yang dimuat secara mingguan di halaman paling belakang dari Majalah
Tempo. Konsep dari Catatan Pinggir adalah sekedar sebagai sebuah komentar
ataupun kritik terhadap batang tubuh yang utama. Artinya, Catatan Pinggir
mengambil posisi di tepi, bukan posisi sentral. Sejak kemunculannya di akhir
tahun 1970-an, Catatan Pinggir telah menjadi ekspresi oposisi terhadap
pemikiran yang picik, fanatik, dan kolot.
Catatan Pinggir, esei pendeknya tiap minggu untuk Majalah
Tempo, (kini terbit jilid ke-6 dan ke-7) di antaranya terbit dalam terjemahan
Inggris oleh Jennifer Lindsay, dalam Sidelines (Lontar Foundation, 1994)
dan Conversations with Difference (19….). . Kritiknya diwarnai keyakinan
Goenawan bahwa tak pernah ada yang final dalam manusia. Kritik yang, meminjam
satu bait dalam sajaknya, “dengan raung yang tak terserap karang”.
Kumpulan esainya berturut turut: Potret Seorang Peyair Muda
Sebagai Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, Kita (1980), Kesusastraan dan
Kekuasaan (1993), Setelah Revolusi Tak Ada Lagi (2001), Kata, Waktu (2001),
Eksotopi (2002).
Sajak-sajaknya dibukukan dalam Parikesit (1971), Interlude
(1973), Asmaradana (1992), Misalkan Kita di Sarajevo (1998), dan Sajak-Sajak
Lengkap 1961-2001 (2001). Terjemahan sajak-sajak pilihannya ke dalam bahasa
Inggris, oleh Laksmi Pamuntjak, terbit dengan judul Goenawan Mohamad: Selected
Poems (2004).
Setelah pembredelan Tempo pada 1994, ia mendirikan ISAI
(Institut Studi Arus Informasi), sebuah organisasi yang dibentuk bersama
rekan-rekan dari Tempo dan Aliansi Jurnalis Independen, serta sejumlah
cendekiawan yang memperjuangkan kebebasan ekspresi. Secara sembunyi-sembunyi,
antara lain di Jalan Utan Kayu 68H, ISAI menerbitkan serangkaian media dan buku
perlawanan terhadap Orde Baru. Sebab itu di Utan Kayu 68H bertemu banyak
elemen: aktivis pro-demokrasi, seniman, dan cendekiawan, yang bekerja bahu
membahu dalam perlawanan itu.
Dari ikatan inilah lahir Teater Utan Kayu, Radio 68H, Galeri
Lontar, Kedai Tempo, Jaringan Islam Liberal, dan terakhir Sekolah Jurnalisme
Penyiaran, yang meskipun tak tergabung dalam satu badan, bersama-sama disebut
“Komunitas Utan Kayu”. Semuanya meneruskan cita-cita yang tumbuh dalam
perlawanan terhadap pemberangusan ekspresi.
Goenawan Mohamad juga punya andil dalam pendirian Jaringan Islam Liberal.
Tahun 2006, Goenawan dapat anugerah sastra Dan David Prize,
bersama antara lain eseis & pejuang kemerdekaan Polandia, .Adam Michnik,
dan musikus Amerika, Yo-yo-Ma. Tahun 2005 ia bersama wartawan Joesoef Ishak
dapat Wertheim Award.
Karya terbaru Goenawan Mohamad adalah buku berjudul Tuhan
dan Hal Hal yang Tak Selesai (2007), berisi 99 esai liris pendek. Yang edisi
bahasa Inggrisnya berjudul On God and Other Unfinished Things diterjemahkan
oleh Laksmi Pamuntjak.
Goenawan Mohammad
9 Out Of 10 Based On 10 Ratings. 9 User Reviews.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul Goenawan Mohammad. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://astekad.blogspot.com/2012/02/goenawan-mohammad.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Joe Astekad - Minggu, 19 Februari 2012
Belum ada komentar untuk "Goenawan Mohammad"
Posting Komentar